Vonis Sidang Bom Sengkotek Cetak Sejarah Pertama di Indonesia

Vonis Sidang Bom Sengkotek Cetak Sejarah Pertama di Indonesia

Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur dalam sidang kasus pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda mencetak sejarah pertama di Indonesia.

Majelis Hakim mengabulkan tuntutan pembiayaan kompensasi mencapai Rp 237 juta dari negara untuk korban peristiwa pada November 2016 tersebut.

Vonis kompensasi yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Surung Simanjuntak, Senin (25/9/2017), ini menjadi yang pertama sepanjang persidangan perkara terorisme di Indonesia.

“Ini merupakan peristiwa yang pertama di mana kompensasi masuk dalam tuntutan dan dikabulkan majelis hakim,” kata Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono, usai sidang vonis di PN Jaktim.

Para korban yang menerima kompensasi adalah Marsyana Tiur (Rp 56,3 juta), Sarina Gultom (Rp 62,9 juta), Anggiat (Rp 66,2 juta), Jekson (Rp 17,1 juta), Dorta (Rp 19,2 juta), Mesriani (Rp 9,6 juta) dan Martha (Rp 9 juta).

‎”Ini merupakan putusan bersejarah dalam pembayaran kompensasi korban di Indonesia,” kata Supriyadi.

Besaran kompensasi yang dikabulkan majelis lebih kecil dari tuntutan jaksa yakni Rp 1,4 miliar.

Sedangkan kelima terdakwa perkara tersebut divonis dengan hukuman yang berbeda-beda. Paling tinggi dijatuhkan kepada Juhanda dengan pidana seumur hidup.

Rekan Juhanda yaitu, Jono Sugito divonis penjara 7 tahun, Ahmad alias Rahmat divonis 6 tahun 8 bulan, Ahmad Dani divonis 7 tahun 8 bulan dan Supriyadi divonis pidana penjara selama 6 tahun.

Secara terpisah, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, dikabulkannya tuntutan kompensasi korban terorisme Samarinda merupakan terobosan dalam pemenuhan hak korban, kendati jumlah yang dikabulkan tidak sesuai dengan yang diajukan LPSK.

Edwin mengatakan vonis tersebut bisa menjadi rujukan dalam perkara-perkara serupa di kemudian hari.

Putusan kompensasi melengkapi hak-hak korban yang telah diberikan sebelumnya seperti medis dan psikologis dari pemda dan LPSK.

Kompensasi terhadap korban diatur dalam Pasal 36 UU Terorisme dan Pasal 7 ayat (1) UU Perlindungan Saksi dan Korban.

Pihaknya berharap, Kementerian Keuangan dapat segera merealisasikan pembayaran kompensasi sesuai putusan majelis hakim karena biaya ganti rugi dibayar oleh negara.

Terpenting lagi, pemerintah bersama DPR memerhatikan pembahasan revisi UU Terorisme berkaitan dengan pengajuan kompensasi kepada korban.

 

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0821-522-89-123 atau email: hariankaltim@ gmail.com