banner 728x90

Wakil Ketua MPR: Kaltim Penghasil Migas Terbesar, Tapi Rakyatnya Malah Kekurangan

Wakil Ketua MPR: Kaltim Penghasil Migas Terbesar, Tapi Rakyatnya Malah Kekurangan

Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi yang merupakan penghasil minyak dan gas terbesar di Indonesia.

Tapi anehnya untuk mendapatkan BBM masyarakat di Bumi Etam ini masih harus antre, sejak subsidi BBM masih berlaku bahkan hingga kini.

Keheranan ini masih menjadi tanda tanya besar, termasuk bagi Wakil Ketua MPR RI Mahyudin saat membuka acara Sosialisasi Pengaturan Terhadap Implementasi Sub Penyalur BBM BPH Migas, di Ballroom Swissbell Hotel, kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (9/12/2017).

“Di Kalimantan Timur ada beberapa daerah yang pasokan BBM-nya sangat terbatas sehingga masyarakat antre untuk mendapatkannya,” jelas dia.

Kehadiran Mahyudin sekaligus bagian kerjanya yang juga anggota DPR RI Komisi VII bidang Energi.

Acara yang dihadiri beberapa anggota Komite BPH Migas dan perwakilan Pemprov Kalimantan Timur (Kaltim) juga dihadiri ratusan praktisi penyalur BBM se-Provinsi Kaltim serta perwakilan LSM.

Berbicara seputar BBM, dalam kesempatan tersebut Mahyudin mengungkapkan bahwa ada beberapa daerah yang merupakan penghasil migas terbesar, antara lain Kalimantan Timur dan Riau.

Hal tersebut harus diperhatikan pihak-pihak yang berkompeten seperti Pertamina dan BPH Migas. “Jangan sampai daerah penghasil migas besar, rakyatnya malah antre mendapatkan migas atau malah kosong BBM sekali lagi harus diperhatikan lagi.”

Perhatian pemerintah, lanjut Mahyudin, dengan melakukan sosialisasi terkait pengaturan terhadap implementasi sub penyalur BBM sangat diapresiasi.

Ia juga sangat menghargai program pemerintah yang ingin mengatur harga BBM satu harga di seluruh Indonesia di mana yang paling diprioritaskan adalah daerah-daerah terpencil dan daerah terdepan serta terluar.

Menurut Mahyudin, sebenarnya masalah paling besar yang harus diperhatikan dari soal penyaluran BBM adalah transportasi yang sangat besar biayanya di daerah-daerah terpencil. Bahkan di Papua pernah tembus harga Rp 500 ribu per liter.

“Bagaimana kesejahteraan akan naik di sana, sehingga tumbuh subur gerakan radikal ingin memisahkan diri dari Indonesia. Benang merahnya adalah masalah keadilan,” ujarnya.

Tapi, lanjut Mahyudin, sekarang di Papua sudah diterapkan satu harga. Ke depan mungkin bisa ditetapkan pemerintah daerah boleh menetapkan harga ongkos angkut sampai di daerah-daerah terpencil sehingga harga jualnya bisa sesuai dengan keinginan pemerintah.

Selain itu pesan Mahyudin, mesti diperhatikan juga dan dilakukan adalah penertiban seputar bisnis penyaluran BBM.

Pengaturan yang tegas soal peruntukan konsumsi BBM untuk rakyat dan industri harus tegas dilaksanakan. Ke depan ia berharap penerapan satu harga nasional ini bisa diterapkan total. Sehingga rakyat akan merasakan keadilan yang paripurna dan keadilan nasional akan tercapai sesuai amanah konstitusi dan Pancasila. (rep)

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0821-522-89-123 atau email: hariankaltim@ gmail.com