banner 728x90
Berita  

Tuntutan Hukuman Mati Terhadap Koruptor, Jalan Menuju Indonesia Bebas Korupsi

Tuntutan Hukuman Mati Terhadap Koruptor, Jalan Menuju Indonesia Bebas Korupsi

Tuntutan hukuman mati kepada pelaku korupsi yang digaungkan Jaksa Agung benar terealisasi. 

Dan Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad mengapresiasi tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa Heru Hidayat dalam kasus Jiwasraya, karena rancangan hukuman tersebut berjalan.

“Kita patut mengapresiasi terhadap upaya Jaksa Agung yang menuntut hukuman mati tersebut, karena selama ini perkara korupsi yang begitu banyak belum memberikan efek jera,” kata Suparji dalam keterangan persnya, Selasa (07/12/2021).

Ditambahkan, harapannya adalah perilaku koruptif menjadi banyak berkurang.

“Dan menjadi jalan Indonesia yang bebas dari korupsi,” imbuhnya.

Menurutnya, hukuman mati terhadap Heru Hidayat sudah tepat karena jumlah yang dikorupsi hampir Ro16 triliun dan terdakwa menikmati lebih dari Rp12 triliun.

Selain itu, kejahatan korupsinya pun dilakukan dalam jangka waktu yang panjang dan berulang-ulang.

“Terlebih terdakwa tidak memiliki sedikitpun empati dengan beritikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela serta tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah, bahkan dalam persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah,” ucapnya.

Suparji menilai, tuntutan hukuman mati tersebut juga mengisyaratkan bahwa Jaksa Agung tidak mempunyai kepentingan apapun dalam menangani tindak pidana korupsi.

Melainkan hanya penegakan hukum yang tegas dan mempunyai arah yang jelas, yakni rasa keadilan masyarakat dan kesejahteraan negara.

“Tuntutan tersebut sudah tepat terlepas dari pro dan kontra mengenai hukuman mati,” tegasnya.

Khususnya terhadap koruptor akibat multitafsir dari Penjelasan Pasal 2 ayat (2) dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, yakni yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi. 

“Dan apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan penanggulangan tindak pidana korupsi,” tuturnya.

Ia menekankan bahwa hukuman mati merupakan tuntutan yang tepat baik dari segi yuridis. 

Dari segi sosiologis jelas hal ini adalah memenuhi rasa keadilan di masyarakat yang mendambakan kehidupan yang bersih dari korupsi. 

“Yang terakhir dari segi filosofis menjawab pertanyaan untuk apa hukum dan penegakan hukum khususnya terhadap perkara korupsi, yaitu untuk menimbulkan efek jera dan negara terlindungi dari perilaku koruptif untuk menciptakan kesejahteraan rakyat,” pungkasnya. (AI)

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0821-522-89-123 atau email: hariankaltim@ gmail.com