HARIANKALTIM.COM – Polemik terkait tunggakan upah pekerja proyek Teras Samarinda terus bergulir tanpa kejelasan.
Proyek yang seharusnya menjadi kebanggaan masyarakat justru menimbulkan kekecewaan di kalangan pekerja.
Hingga saat ini, puluhan pekerja masih menunggu kepastian pembayaran upah dari kontraktor yang menangani proyek ini, PT Samudra Anugrah Indah Permai.
Perwakilan pekerja, didampingi oleh Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Samarinda, menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota Samarinda, Kamis (07/11/2024).
Mereka menuntut Pemkot segera memanggil dan menekan pihak kontraktor agar memenuhi hak-hak pekerja yang tertunggak berbulan-bulan.
Ketua PMKRI Cabang Samarinda, Nikalaus Yeblo, menyampaikan empat tuntutan di depan Balai Kota. Salah satunya adalah desakan agar Pemkot Samarinda berpihak pada para pekerja dengan memaksa kontraktor bertanggung jawab.
“Pemkot harus menunjukkan keberpihakan terhadap masyarakat. Pekerja berhak mendapatkan haknya sesuai kontrak kerja,” ujarnya.
Selain tunggakan upah, persoalan lain yang mencuat adalah ketidakjelasan status BPJS Ketenagakerjaan bagi para pekerja.
Sudirman, kuasa hukum para pekerja, mengungkapkan bahwa sejak awal bekerja, para pekerja tidak didaftarkan dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Kondisi ini semakin memperburuk situasi, mengingat para pekerja tidak hanya kehilangan hak atas upah, tetapi juga jaminan sosial.
“Bukan hanya soal upah yang belum dibayar, mereka juga tidak mendapatkan perlindungan sosial. Ini sangat bertentangan dengan tanggung jawab sosial yang seharusnya dijalankan oleh kontraktor,” tegas Sudirman.
Merespons aksi ini, Asisten II Sekretaris Kota, Marnabas Patiroy, menggelar mediasi bersama perwakilan pekerja.
Dalam audiensi tersebut, Marnabas menegaskan bahwa Pemkot Samarinda akan berupaya membantu mencari solusi terbaik.
Namun, ia juga menjelaskan bahwa Pemkot memiliki keterbatasan dalam memanggil perusahaan secara paksa.
“Kami berusaha membantu, tetapi Pemkot hanya bisa sebatas memfasilitasi dialog. Pemanggilan paksa bukan kewenangan kami,” ungkapnya.
Sementara itu, Kabag Hukum Pemkot Samarinda, Asran Yunisran, menyatakan bahwa anggaran proyek telah dicairkan dan diberikan kepada perusahaan.
Menurutnya, jika upah pekerja belum dibayarkan, masalah tersebut harus diselesaikan antara pekerja dan kontraktor.
“Pemkot tidak memiliki kuasa untuk intervensi langsung dalam masalah kontrak kerja antara buruh dan perusahaan,” katanya.
Para pekerja berharap agar pemerintah dapat menekan kontraktor untuk segera menyelesaikan tanggung jawabnya.
“Kami bekerja keras di proyek ini, tetapi hak-hak kami diabaikan. Kami harap pemerintah tidak hanya memediasi, tetapi juga menunjukkan keberpihakan pada kami yang dirugikan,” tutur Rully, salah satu pekerja.
Dengan polemik ini, publik mulai mempertanyakan komitmen sosial dari kontraktor dalam proyek-proyek pemerintah.
Apakah proyek publik hanya untuk keuntungan pribadi, atau ada tanggung jawab lebih besar terhadap kesejahteraan pekerja yang telah berkontribusi? (TIM)