Represi Aparat Keamanan dalam Demonstrasi, KIKA Keluarkan Maklumat

Represi Aparat Keamanan dalam Demonstrasi, KIKA Keluarkan Maklumat

HARIANKALTIM.COM – Aksi massa darurat demokrasi yang terjadi di Jakarta, Bandung, Makasar, Samarinda, dan Semarang berujung serangan fisik dan psikis yang berdampak pada peserta aksi.

Menanggapi hal tersebut, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) gelar ‘Konferensi Pers Maklumat’ yang disiarkan secara langsung di YouTube, pada Selasa (27/08/2024).

Melalui konferensi pers tersebut, KIKA menuntut Kapolri untuk menghentikan tindakan represif, kekerasan serta penggunaan senjata yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

“Kekerasan yang dilakukan itu memperlihatkan ketidakpahaman pihak kepolisian dalam memaknai ekspresi demonstran,” ujar Herlambang Perdana Wiratraman, selaku Dewan Pengarah KIKA.

Ia juga menilai tindakan tersebut tidak profesional, merendahkan dan menyakitkan.

Ekspresi demonstran pada aksi Peringatan Darurat yang dilakukan oleh elemen mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum sah dilindungi UUD 1945 serta beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, terlebih kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Atas tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan. Akademisi yang tergabung dalam KIKA mengeluarkan maklumat yang bertujuan agar negara tidak dibajak kekuasaan.

Adapun maklumat tersebut di antaranya:

  1. Kapolri dan seluruh jajaran kepolisian untuk menjaga anak buahnya agar tidak melakukan represi, kekerasan dan pengguna senjata yang merupakan tindakan pidana, pelanggaran HAM dan masuk kategori pelanggaran HAM berat.
  2. Markas Besar (Mabes) Polri memerintahkan seluruh jajarannya untuk memberikan HAM berupa akses bantuan hukum yang terbuka sesuai pilihan.
    Massa aksi yang masih ditahan segera dilepaskan dan aparat yang melakukan kekerasan, diberi sanksi tegas dan diproses oleh Profesi dan Pengamanan (Propam).
  3. Kapolri agar segera menarik surat imbauan pemberian sanksi oleh Kapolrestabes Semarang ke sekolah menengah yang pelajarnya terlibat aksi demonstrasi.
    Surat ini merupakan bukti Polri berpolitik, menjadi alat Pemerintah dan bertindak di luar wewenangnya. UUD 1945 mengatur Polri sebagai alat negara, bukan alat pemerintah.
  4. Komnas HAM, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), KPAI, Ombudsman RI dan Komnas Perempuan segera turun melakukan pemantauan di lapangan, khususnya bagi Komnas HAM untuk segera melakukan penyidikan Pro-Yustisia atas dugaan pelanggaran HAM yang Berat (Kejahatan Internasional) yang terjadi selama aksi darurat demokrasi dan aksi-aksi sebelum ini.
  5. Pemberitahuan untuk tidak mengikuti aksi adalah bagian pelanggaran hak warga negara dan kebebasan akademik.
    Oleh karena itu, sekolah, universitas dan lembaga lainnya tidak selayaknya memberikan ancaman, pemidanaan ataupun pendisiplinan atas aspirasi peserta didik.
  6. Kepada masyarakat dan massa aksi untuk tetap teguh bergerak dan bersatu dalam berbagai bentuk dengan terus melakukan konsolidasi-konsolidasi, dengan tetap menegakkan tagar #DaruratKekerasanAparat #PanggilanDarurat sebagai bentuk protes keras masyarakat sipil atas kekerasan dan intimidasi yang terjadi. (*/RED)

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0821-522-89-123 atau email: hariankaltim@ gmail.com