Hujan deras nyaris saban hari mengguyur wilayah Kota Samarinda dan sekitarnya. Sejumlah kawasan dan pemukiman terendam banjir hingga warga mengungsi. Tingginya curah hujan telah menimbulkan kekhawatiran terhadap kondisi Bendungan Benanga, Lempake. Sampai kapan sanggup bertahan?
“Tiga hari saya pantau pintu air di Benanga, sekarang ya, Siaga Satu. Posisi air sudah melimpah di atas pintu air,” kata Kepala BPBD Kota Samarinda, Endang Liansyah saat ditemui di lokasi banjir, Rabu (05/04/2017).
Di sisi lain, proyek pengerukan sedimen di Bendungan Benanga masih tak jelas. Semula akan dikerjakan awal Januari tadi. Ini karena warga menolak meninggalkan lahan sebelum diganti rugi pemerintah. Masyarakat mengancam memboikot alat berat yang masuk ke lokasi proyek pengerjaan.
Data milik Tim Konsultan Manajemen Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kaltim menyebut, Bendungan Benanga pada 2001 silam mampu menampung 1,4 juta meter kubik air. Namun menurun 9 tahun kemudian, hanya bisa menampung 767 ribu meter kubik. Dan pada 2015, diperkirakan hanya sanggup 560 meter kubik. Sudah bertahun-tahun sedimen itu tak dikeruk. Kondisi itu memperparah banjir di Kota Tepian.
Diperkirakan, sejak 1977 hingga kini, jumlah lumpur sudah mencapai 1,6 juta meter kubik. “Jika pengerukan dilakukan, diperkirakan bakal berpengaruh 30 persen terhadap banjir,” terang pengamat tata kota Warsilan.
Menurut dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman itu, pengerukan bisa membuat daya tampung waduk semakin banyak. Limpasan air ke kota pun bisa berkurang. Meski begitu, pembenahan drainase kota juga tidak kalah penting.
Berdasarkan pantauan dia, kedalaman parit di Samarinda hanya berkisar 50 centimeter, padahal idealnya harus tiga kali lebih dalam. Ia juga menyoroti dampak pertambangan. “Rawan banjir juga disebabkan aktivitas pertambangan. Jadi, air dari bukit mengalir ke dataran lebih rendah,” kata Warsilan.
Namun Walikota Samarinda, Syaharie Jaang nampaknya belum terlalu khawatir. Kesan ini terungkap saat ia meninjau Waduk Benanga dan memantau lokasi banjir di Perumahan Bengkuring, Sempaja.
“Informasi masyarakat, banjir ini yang parah. Tadi saya sempat keliling hingga ke Tanah Merah, Benanga. Di Jalan DI Panjaitan, yang biasanya kalau hujan terendam, tadi kering sama sekali,” ujar Jaang didampingi sejumlah pejabat, Kamis (07/04/2017).
Walikota Samarinda, Syaharie Jaang, Kamis (07/04/2017), bersama rombongan naik perahu ketika meninjau sejumlah kawasan permukiman yang kebanjiran. (foto: humas smd)
Begitu pula di Benanga, Jaang menyebut pintunya tidak dibuka. Hanya limpasan biasa dalam kategori siaga III, belum siaga II. “Mudah-mudahan hujan berkurang. Saat ini Sungai Karang Mumus (SKM) naik akibat pasang surut, yang pasang juga di Sungai Mahakam. Sehingga posisi Bengkuring, Gunung Lingai, A Yani terendam karena posisi SKM tinggi,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Direktur Teknik PDAM, Said Abdul Hamid, menawarkan untuk menyedot air Benanga dengan kapasitas 200 liter/detik, dimana 100 liter/detik untuk diproduksi sisanya dibuang. Hal ini tujuannya untuk mengurangi beban di Benanga.
Sementara, warga memilih mengungsi ke rumah sanak famili, lantaran air tak kunjung surut. “Airnya sekarang makin tinggi,” kata Adi, warga RT 07, Kelurahan Gunung Lingai, Rabu (05/04/2017). Menurut Adi, banjir kali ini cukup parah. Bahkan yang terparah dalam kurun 9 tahun terakhir.
Banjir di permukiman di RT 07 Kelurahan Gunung Lingai menenggelamkan separuh rumah warga. (foto: Tribun Kaltim/Rafan Dwinanto)
“Ini paling parah. Hampir sama banjir besar 2008 lalu,” ungkapnya. Adi yakin banjir kali ini akibat dibukanya Waduk Benanga. “Airnya hitam dan bikin gatal. Ini pasti limpasan dari Waduk Benanga,” tutur Adi.
Lantas apa komentar wakil rakyat? Ketua Komisi III DPRD Samarinda, M Tahrir menyayangkan banjir ini kerana ini sejatinya bisa diminimalisir oleh Pemkot Samarinda. Caranya, berkoordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). “Kapan musim hujan, kapan air pasang, semua itu bisa diperkirakan dengan berkoordinasi bersama BMKG,” kata Tahrir, Rabu (05/04/2017).
Seharusnya, kata politisi Golkar ini, Pemkot sudah melakukan antisipasi banjir, sebelum musim hujan tiba. “Kan Waduk Benanga itu dangkal karena sedimentasi. Nah, saat kemarau harusnya dikeruk supaya saat hujan mampu menampung air,” tegas Tahrir.
Berembus informasi di masyarakat, saat ini level air di Waduk Benanga hampir menyentuh ambang merah, alias zona bahaya. “Jika memang instansi teknis membuka waduk itu, mungkin itu sudah pilihan sulit. Daripada air ditahan-tahan dan akhirnya berakibat fatal terhadap konstruksi bendungan. Jika jebol, kan musibah yang lebih parah bisa terjadi,” tuturnya. (*)