HARIANKALTIM.COM – Universitas Mulawarman (Unmul) kembali menjadi sorotan publik setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan terkait piutang Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR) sebesar Rp1,089 miliar.
Temuan ini tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK bernomor 8.a/HP/XIX/05/2023, tertanggal 24 Mei 2023.
LHP tersebut mengungkap adanya kelalaian dalam pengelolaan keuangan negara di lingkungan Unmul.
Salah satu nama yang disebut dalam laporan ini adalah SS, seorang pejabat di Unmul.
Berdasarkan surat BPK RI nomor 27/S/MTP/06/2021, tertanggal 11 Juni 2021, SS diduga terlibat dalam pengelolaan dana yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga menyebabkan kerugian negara.
BPK mencatat bahwa total piutang TP/TGR Unmul pada akhir 2022 mencapai Rp1,089 miliar, menurun dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,157 miliar.
Namun, upaya pengembalian dana oleh pihak terkait sangat minim, dengan nilai pengembalian hanya Rp5,4 juta.
Laporan yang ditandatangani oleh Laode Nusriadi, selaku Penanggung Jawab Pemeriksaan, merekomendasikan agar Unmul segera menyelesaikan piutang yang belum tertagih tersebut. Langkah ini dinilai penting untuk mencegah potensi masalah hukum yang lebih serius.
BPK juga menegaskan bahwa kelalaian dalam pengelolaan keuangan negara, meskipun diawali dari kesalahan administratif, dapat berujung pada konsekuensi hukum jika tidak segera diperbaiki.
Oleh karena itu, Unmul diminta untuk mengambil langkah tegas dalam menyelesaikan piutang yang ada dan mencegah kerugian negara lebih lanjut.
PINJAMAN
Media ini telah meminta konfirmasi kepada pihak Rektorat, dan memperoleh sejumlah penjelasan penting.
“Ini adalah temuan dari tahun 2021, dengan kejadian yang diperkirakan berlangsung sejak sekitar tahun 2020, bahkan mungkin lebih awal,” ujar Kepala Bagian Kerjasama Universitas Mulawarman yang membawahi Humas, Achmadi, S.Sos., M.Si., kepada HarianKaltim.com di ruang kerjanya, belum lama ini.
Menurut dia, temuan dari BPK ini diberi kesempatan untuk diklarifikasi terlebih dahulu oleh pihak terkait.
“Jika klarifikasi tidak dapat dilakukan atau temuan itu terbukti, maka yang bersangkutan diwajibkan untuk menyelesaikan kewajibannya dalam waktu satu tahun,” tambahnya.
Ditanya apakah dirinya mengenal SS sebagai salah satu pejabat di Unmul pada masa itu.
“Ya, saya mengenal SS. Ia adalah pejabat yang sudah lama bertugas di Unmul, dan kasus ini terjadi pada masa pandemi COVID-19,” jelasnya.
Achmadi menjelaskan bahwa dana tersebut diduga terkait dengan pinjaman yang dilakukan oleh pihak tertentu, meskipun penggunaannya belum dapat dijelaskan secara rinci.
“Uang tersebut, kalau tidak salah, pernah digunakan oleh bendahara terkait, dan saya mendengar ada jaminan berupa sertifikat rumah serta mobil yang diajukan untuk menyelesaikan kewajiban tersebut,” ungkapnya.
Namun, ia menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat langsung dalam penanganan kasus ini. “Pada saat itu saya belum berada di posisi ini,” tutupnya. (TIM)