Termasuk Kaltim, Ada 10 Provinsi yang Rawan Kecurangan Pemilu

Termasuk Kaltim, Ada 10 Provinsi yang Rawan Kecurangan Pemilu

HARIANKALTIM.COM – Ada 10 provinsi  di Indonesia yang rawan kecurangan dalam Pemilu 2024. Informasi ini adalah hasil riset yang dilakukan oleh Themis Indonesia bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pengawasan Pemilu 2024.

“Sebanyak 83,5 juta suara yang dipertaruhkan dalam pemilu 2024. Ketika Pemilu ini tidak kita jaga akhirnya akan menimbulkan berbagai kecurangan dalam pelaksanaannya,” kata Hemi Lavour Febrinandez dari Themis Indonesia saat meluncurkan platform www.kecuranganpemilu.com di Jakarta, dikutip dari independen.id, Kamis (11/01/2024).

Berdasarkan riset, 10 provinsi yang diindikasikan memiliki kerawanan tinggi yakni Kalimantan Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, Sulawesi Tenggara dah Gorontalo.

Indikasi kerawanan tersebut dilihat dalam pengangkatan pejabat kepala daerah dari Mei 2022 hingga November 2023.

Ada dugaan 198 pejabat gubernur, pejabat bupati dan pejabat walikota yang diangkat itu mengabaikan dua putusan, yaitu terkait pembentukan Peraturan Pelaksana yang diperintahkan MK serta mengabaikan prinsip demokrasi dengan tidak menjalankan putusan dan mengabaikan rekomendasi Ombusman.

Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan keberpihakan pada salah satu kandidat.

Hemi  mencontohkan kasus pejabat Gubernur Bali yang mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan spanduk dari salah satu calon presiden ketika Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Provinsi Bali.

Hal serupa juga ditemukan di beberapa daerah lainnya. Termasuk upaya penandatangan pakta integritas.

“Setengah dari provinsi yang dipimpin oleh pejabat kepala ini memiliki kerawanan tinggi dalam penyelenggaraan pemilu 2024 dari aspek mengeluarkan kebijakan,” imbuhnya.

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunissa Agustyati mengatakan berkaca dari pemilu sebelumnya, ada tiga bentuk kecurangan Pemilu yang biasanya terjadi, yakni  netralitas aparat sipil negara (ASN), akurasi daftar pemilih dan soal politik uang.

Pernyataan itu serupa dengan apa yang menjadi temuan Themis Indonesia.

Menurut Khoirunissa, mekanisme penunjukan pejabat walaupun dilakukan oleh presiden dan juga menteri dalam negeri harus tetap partisipatif, transparan, akuntabel dan juga mempertimbangkan aspirasi dari daerah.

“Nah ini yang dinilai masyarakat sipil luput dilakukan sesuai dengan keputusan konstitusi tadi sehingga menjadi wajar ketika ada yang mempertanyakan apakah pejabat itu nantinya akan bisa netral dalam proses penyelenggaraan pemilu 2024,” katanya. (*/RED)

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0821-522-89-123 atau email: hariankaltim@ gmail.com