Baju Kaos Mewah Tersangka Tambang Ilegal di Unmul Ini Harganya Tak Main-main

Baju Kaos Mewah Tersangka Tambang Ilegal di Unmul Ini Harganya Tak Main-main

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

HARIANKALTIM.COM – Lensa kamera mengabadikan pemandangan yang tak sekadar miris, namun juga menyengat nurani publik, saat dua tersangka penambangan ilegal di kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklatlut Fahutan Unmul dirilis oleh Balai Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) Wilayah Kalimantan.

Salah satu dari mereka, D (42), Direktur PT. TAA, tanpa sungkan memamerkan kaos berlogo Anagram Loewe, merek fashion mewah asal Spanyol, yang harganya setara dengan jutaan rupiah – ironi tajam di tengah hutan yang ia jarah.

Penangkapan D dan rekannya, E (38), penanggung jawab alat berat, pada Sabtu lalu oleh Polresta Samarinda seharusnya menjadi kabar gembira bagi pejuang lingkungan.

Namun, sorotan juga tertuju pada sehelai kain hitam berlogo mahal yang melekat di tubuh seorang tersangka perusak lingkungan.

Kaos Loewe Anagram, seperti yang dikenakan tersangka, bukan sekadar busana.

Baju Kaos Mewah Tersangka Tambang Ilegal di Unmul Ini Harganya Tak Main-main

Di marketplace resmi, model serupa, “LOEWE NEON BLACK FLUO” Anagram T-Shirt, dibanderol mulai dari Rp 6.934.050,00 setelah diskon, dari harga normal sekitar Rp 7.499.000,00. Sebuah harga fantastis untuk sepotong kaos, yang kontras dengan kerugian triliunan rupiah akibat praktik ilegal yang mereka geluti.

Ini bukan sekadar kasus tambang ilegal biasa. Ini adalah potret telanjang bagaimana profitabilitas kejahatan lingkungan dapat membiayai gaya hidup glamor, sementara alam dan masyarakat lokal menanggung akibatnya.

Ketika jutaan hektar hutan digunduli, sungai tercemar, dan hak-hak masyarakat adat terampas, para pelakunya justru bisa bermewah-mewah dengan barang-barang bermerek.

“Apakah ini bentuk arogansi? Atau ketidakpedulian yang sudah mendarah daging?” gumam seorang aktivis lingkungan yang menyaksikan rilis tersebut.

“Mereka menjarah kekayaan alam kita, tetapi bangga mengenakan simbol kemewahan yang dibeli dari hasil kejahatan itu.”

Tersangka D dan E kini telah resmi ditahan di Rutan Polresta Samarinda. Tetapi pertanyaan besar tetap menggantung: apakah penangkapan ini cukup untuk mencabut akar-akar kejahatan lingkungan yang begitu kuat?

Dan akankah ada penegakan hukum yang benar-benar memiskinkan para perusak lingkungan, sehingga kemewahan hasil kejahatan mereka tak lagi dapat dipamerkan?

Kasus ini sendiri bermula dari keberanian mahasiswa Fakultas Kehutanan Unmul yang membongkar aktivitas bejat di wilayah konservasi pendidikan mereka.

Kini, bola panas ada di tangan aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa tak ada lagi penjahat lingkungan yang bisa berlagak mewah di atas penderitaan alam dan rakyat. (RED)

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0821-522-89-123 atau email: hariankaltim@ gmail.com