HARIANKALTIM.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggebrak dengan mengungkap skandal korupsi yang tak hanya merugikan negara triliunan rupiah, tetapi juga menampilkan sisi gelap gaya hidup hedonis para pengusaha.
Kali ini, KPK membongkar tuntas benang merah antara kredit fiktif dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan konsesi tambang batubara di Kalimantan Timur, yang ujungnya berhamburan di meja judi.
Pusat dari skandal ini adalah Hendarto, pemilik grup perusahaan tambang asal Berau, PT Bara Jaya Utama (BJU), yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK.
Ia diduga menjadi otak di balik serangkaian kejahatan ekonomi yang berpotensi merugikan negara hingga Rp1,7 triliun.
KRONOLOGI
Kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit di LPEI. Sebagai pemilik BJU, Hendarto melalui perusahaannya, PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS), diduga kuat mendapatkan Kredit Investasi Ekspor (KIE) dan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) secara tidak sah.
Dalam modus operandinya, Hendarto diduga memanipulasi dokumen dan laporan keuangan untuk seolah-olah perusahaannya layak mendapatkan kucuran dana jumbo dari LPEI.
Ia dikabarkan melakukan serangkaian pertemuan dengan para pejabat LPEI untuk memuluskan pencairan dana tersebut, meskipun perusahaannya tidak memenuhi syarat.
Yang paling mengejutkan dari hasil penyelidikan KPK adalah temuan bahwa sebagian besar dana kredit fiktif tersebut tidak digunakan untuk pengembangan bisnis, melainkan untuk kepentingan pribadi yang tak lazim.
Menurut KPK, Hendarto diduga menghamburkan dana sebesar Rp150 miliar untuk kegiatan judi.
Angka fantastis ini tidak hanya menunjukkan besarnya kerugian negara, tetapi juga ironi di baliknya.
Dana yang seharusnya menjadi napas bagi sektor ekspor nasional, justru lenyap begitu saja untuk kesenangan pribadi seorang taipan tambang.
Aliran dana ini juga diduga digunakan untuk membeli aset-aset mewah, seperti kendaraan dan properti, semakin mempertegas gaya hidup yang sangat kontras dengan kerugian yang ditimbulkan.
UPAYA KPK
Untuk mengembalikan kerugian negara, KPK mengambil langkah tegas dengan melakukan penyitaan aset. KPK telah menyita aset berupa areal konsesi tambang batubara senilai Rp1,6 triliun di Kapuas, Kalimantan Tengah.
“Penyitaan yang dilakukan penyidik dalam perkara terkait pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada debitur PT SMJL dan PT MAS, adalah bagian dari upaya pembuktian sekaligus langkah awal untuk optimalisasi asset recovery,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada awak media, beberapa hari lalu.
Meskipun Hendarto pemilik BJU Group, konsesi yang disita tersebut bukanlah milik PT BJU secara langsung, melainkan PT Kalimantan Prima Nusantara (KPN).
Berdasarkan temuan KPK, PT KPN adalah salah satu perusahaan yang dalam proses akuisisi oleh grup BJU. Perusahaan ini diduga digunakan dalam skema korupsi Hendarto untuk mendapatkan kredit fiktif dari LPEI, meskipun belum beroperasi. (RED)