HARIANKALTIM.COM – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap adanya temuan pada pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMAN 10 Samarinda.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 22.A/LHP/XIX.SMD/V/2024 tertanggal 2 Mei 2024, BPK mencatat sisa dana BOS senilai Rp307.208.652 di SMAN 10 Samarinda tidak disetor ke rekening sekolah per 31 Desember 2023.
Jumlah ini merupakan bagian dari temuan di sejumlah sekolah lainnya se-Kaltim dengan nilai total Rp2 miliar lebih, namun merupakan terbesar kedua setelah SMAN 4 Samarinda, yang tercatat lebih dari Rp673 juta.
Temuan ini, sebagaimana laporan yang diteken oleh Penanggung Jawab Pemeriksaan Agus Priyono, S.E., M.Si, Ak., CA., CSFA., CFrA., menunjukkan adanya risiko tinggi terhadap kehilangan dan penyalahgunaan dana akibat penyimpanan tunai.
Berdasarkan wawancara auditor BPK, pihak sekolah dan Tim BOS menyebutkan bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim belum mengeluarkan arahan tertulis untuk menyetorkan sisa belanja BOS ke rekening sekolah.
BPK menilai bahwa Tim BOS Provinsi Kalimantan Timur tidak optimal dalam melaksanakan pemantauan pengelolaan dana pada satuan pendidikan.
Kondisi ini berpotensi melemahkan akuntabilitas pengelolaan dana BOS di sekolah-sekolah.
Menanggapi temuan ini, Pemprov Kaltim melalui Kepala Disdikbud menyatakan sependapat dengan BPK dan berjanji akan meningkatkan pengawasan terhadap bendahara sekolah, menyampaikan arahan tertulis agar sisa dana BOS disetor ke rekening bank sekolah, serta memperbaiki mekanisme pemantauan pengelolaan dana BOS.
Selain itu, BPK merekomendasikan kepada Gubernur Kalimantan Timur untuk menginstruksikan Kepala Disdikbud agar memperbaiki sistem pemantauan pengelolaan dana BOS di seluruh satuan pendidikan.
SiLPA
Saat dikonfirmasi pada Senin (30/12/2024) di area sekolah, Kepala SMAN 10 Samarinda, Fathur Rachim SKom MPd menjelaskan bahwa dana tersebut merupakan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) pada tahun 2023.
“Awalnya ada alokasi untuk membayar guru-guru honorer, namun sebagian guru telah diangkat menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), sehingga tidak bisa digunakan dan menjadi SiLPA,” ujarnya.
Ditambahkan, dana SiLPA tersebut juga berasal dari belanja modal, seperti biaya langganan air PDAM.
“Di awal tahun, kami menganggarkan tinggi seperti tahun sebelumnya, tetapi ternyata ada kemudahan berupa penurunan kategori pelanggan. Hal ini berdampak pada turunnya biaya atau harga per kubik, sehingga anggaran tersebut tidak terpakai seluruhnya,” jelasnya lebih lanjut.
Ia juga mengungkapkan bahwa dana SiLPA tersebut kemudian telah habis digunakan pada tahun 2024 ini untuk kebutuhan lainnya.
Namun, ketika ditanya mengenai jumlah total guru-guru tersebut, dan alokasi anggarannya dalam BOS, serta total keseluruhan dana BOS yang diterima sekolah, ia mengaku tidak hapal. (RED)