HARIANKALTIM.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri harta kekayaan Dedy Mandarsyah, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat yang merupakan mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur.
KPK mencurigai sejumlah harta milik Dedy tidak tercantum dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengungkapkan pihaknya telah menemukan data transaksi keuangan, baik dari perbankan maupun asuransi, atas nama Dedy dan istrinya.
Data tersebut kini menjadi dasar pemanggilan Dedy untuk memberikan klarifikasi terkait kekayaannya.
“Kami sudah mendapatkan data dari perbankan dan asuransi atas nama beliau dan istri. Temuan ini kemudian dibandingkan dengan LHKPN miliknya, dan kami memutuskan memanggil yang bersangkutan untuk klarifikasi,” ujar Pahala dikutip media ini, Kamis (23/01/2025).
Pahala menyebutkan bahwa harta yang dicurigai tidak dilaporkan meliputi sejumlah properti, termasuk rumah di Palembang.
“Ada beberapa properti, seperti tanah dan bangunan, yang tidak dilaporkan. Salah satunya adalah rumah di Palembang,” ungkapnya.
KPK juga telah berkomunikasi dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperoleh data tambahan terkait aset Dedy.
Saat menjabat sebagai Kepala Bidang Preservasi Jalan di Kalimantan Timur, Dedy pernah menjadi Plt Kepala BBPJN Kaltim.
Namanya mencuat dalam pengawasan KPK, terutama setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT) di Kalimantan Timur pada tahun 2023, meskipun Dedy tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
LHKPN terakhir yang dilaporkan Dedy pada 14 Maret 2024 menunjukkan total kekayaan sebesar Rp 9,4 miliar.
Harta tersebut meliputi tiga rumah di Jakarta Selatan senilai Rp 750 juta, satu unit mobil Honda CR-V tahun 2019 (hadiah), serta kas dan setara kas sebesar Rp 6,7 miliar.
Dedy juga memiliki sejumlah harta bergerak lain senilai Rp 830 juta.
Peningkatan kekayaan Dedy dalam beberapa tahun terakhir turut menjadi perhatian.
Dari LHKPN periodik 2016 senilai Rp 4,8 miliar, jumlah tersebut terus meningkat hingga mencapai Rp 8,9 miliar pada 2022.
PENGANIAYAAN
Nama Dedy menjadi perhatian setelah dikaitkan dengan kasus penganiayaan mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri), Luthfi, yang melibatkan putrinya, Lady Aurelia Pramesti.
Kasus ini viral di media sosial dan semakin menyorot kekayaan Dedy, terutama aset-aset yang tidak tercantum dalam LHKPN.
KPK berharap Dedy kooperatif dan memenuhi panggilan klarifikasi. “Kami memberikan waktu sekitar seminggu. Jika ada kendala, tentu bisa dijadwalkan ulang. Namun kami harapkan beliau hadir,” tutup Pahala. (*/RED)