HARIANKALTIM.COM – Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya kelebihan pembayaran dalam proyek supervisi pembangunan Rumah Susun Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Mutiara Mahakam, Samarinda tahun anggaran 2022.
Berdasarkan laporan audit, CV GL, sebagai penyedia jasa konsultan supervisi, tercatat memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana ke negara sebesar Rp172.240.269,00.
Dalam laporan BPK, kelebihan pembayaran ini berasal dari beberapa sumber.
Sebanyak Rp163.000.269,23 merupakan kelebihan pembayaran atas remunerasi personil yang tidak melaksanakan tugas sesuai kontrak.
Selain itu, Rp9.240.000,00 adalah biaya non-personil yang tidak sesuai ketentuan, termasuk penggunaan BBM dalam operasional proyek.
Ketidaksesuaian ini mencuat ketika BPK melakukan audit terhadap laporan keuangan proyek yang dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Pelanggaran tersebut memunculkan pertanyaan besar terkait mekanisme pengawasan anggaran pada proyek pemerintah, terutama dalam hal supervisi.
Merespons temuan BPK, CV GL bergerak untuk menyelesaikan kewajibannya. Berdasarkan dokumen yang diperoleh media ini, pengembalian dana dilakukan dalam tiga tahap.
Pada tahap pertama, perusahaan mengembalikan dana sebesar Rp94.886.769,00. Tahap kedua mencakup pengembalian sebesar Rp9.240.000,00, sementara tahap terakhir adalah sebesar Rp68.113.500,00.
“Sudah 100 persen kami lunasi,”‘ ungkap perwakilan CV GL yang tak ingin namanya dipublikasikan, saat dikonfirmasi media ini via WhatsApp, Senin (13/01/2025).
MASALAH LAIN?
Meski telah menyelesaikan kewajiban, sejumlah pihak mempertanyakan bagaimana kelebihan pembayaran sebesar itu bisa terjadi. Apakah ini murni kesalahan administratif, atau ada indikasi kelalaian dalam pengelolaan proyek?
Koalisi Peduli Publik Kaltim (KPPK) menilai kasus ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dalam proyek pemerintah.
“Temuan BPK ini bukan sekadar tentang pengembalian dana, tetapi menjadi cerminan dari tata kelola yang belum optimal. Mengapa pembayaran yang tidak sesuai kontrak bisa terjadi, dan mengapa ini baru terdeteksi setelah audit?” ujar Sekretaris KPPK, Ibrohim.
CV GL kini tengah menanti penerbitan Surat Pernyataan Piutang Negara Lunas (SPPNL) sebagai bukti formal bahwa kewajiban telah dilunasi.
Namun, kasus ini meninggalkan jejak pertanyaan yang belum terjawab. Apakah proses pengembalian dana ini cukup untuk menutupi potensi kerugian negara akibat ketidaksesuaian proyek? Atau ada masalah lain yang belum terungkap?
“Kasus ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi semua pihak yang terlibat dalam proyek pemerintah,” tegas Ibrohim.
Ditambahkan, perbaikan dalam pengawasan, transparansi, dan pelaksanaan kontrak harus menjadi prioritas utama untuk mencegah kasus serupa di masa depan.
“Pengembalian dana memang menutup satu bab, tetapi tantangan untuk memperbaiki sistem tetap terbuka lebar,” tukasnya. (TIM)