HARIANKALTIM.COM – Sejumlah sekolah diduga menggunakan siasat untuk lepas dari tuduhan penghimpunan dana yang tidak sah.
Salah satunya adalah melibatkan siswa sebagai panitia perpisahan sekaligus penagih uang perpisahan, seperti yang terjadi di sebuah SMAN di kawasan Loa Janan, Samarinda.
Kasus ini mencuat setelah orang tua dan siswa mengungkapkan bahwa uang perpisahan yang seharusnya sukarela, justru menjadi beban bagi siswa lainnya.
Uang yang diminta mencapai Rp150.000 per siswa, dengan total 32 siswa per kelas.
Orang tua mengungkapkan keberatannya karena uang tersebut bisa digunakan untuk kebutuhan lebih mendesak, seperti membeli beras untuk keluarga.
Yang mengejutkan adalah praktik pemaksaan, di mana siswa kelas 12 menagih uang tersebut kepada adik kelas mereka.
Bahkan, siswa yang belum membayar terus dikejar dan diingatkan untuk melunasi kewajiban mereka, hingga nama-namanya diumumkan di grup WhatsApp.
Surat resmi dari sekolah mengonfirmasi bahwa mereka tidak terlibat dalam pengorganisasian kegiatan perpisahan atau pengumpulan dana.
Menurut surat yang diperoleh HarianKaltim.com, Sabtu (22/03/2025), kegiatan ini adalah inisiatif siswa kelas 12 yang bekerja sama dengan komite sekolah.
Namun, di lapangan, siswa kelas 10 merasa terpaksa menyumbang meskipun acara tersebut tidak terkait dengan kegiatan resmi sekolah.
“Praktik ini merugikan siswa yang merasa tertekan dan mencoreng citra sekolah yang seharusnya mengajarkan kejujuran dan kemandirian,” ujar Ibrohim, Sekretaris Koalisi Peduli Publik Kaltim (KPPK), ketika dimintai komentarnya.
Penggunaan siswa untuk menarik dana menunjukkan adanya masalah dalam pengawasan kegiatan sekolah.
“Perlu tindak lanjut agar kejadian serupa tidak terulang, hal ini untuk memastikan kegiatan yang melibatkan siswa dilaksanakan dengan transparansi dan tidak memberatkan pihak yang tidak seharusnya terlibat,” tegasnya. (RED)