HARIANKALTIM.COM – Masyarakat di sekitar area lokasi perkebunan PT Budi Duta Agromakmur merasa sangat kecewa terhadap perusahaan sawit tersebut.
Bahkan meminta agar pemerintah mencabut Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang memiliki perkebunan sawit tersendiri di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) itu.
Permintaan ini dilatari dugaan warga bahwa pihak perusahaan tidak merawat lahan tersebut dengan baik dan merugikan warga sekitar.
Demikian disampaikan Baharuddin Demmu, Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Timur kepada awak media di Samarinda, Senin (16/10/2023).
Menurut keterangannya, lahan-lahah seluas 280 hektare yang dimaksud dapat digolongkan sebagai wilayah terlantar.
“Saya menyarankan agar pemerintah memberikan izin kepada masyarakat agar mereka dapat mengambil alih pengelolaan lahan,” ujar Bahar – sapaan akrabnya.
Ia juga menegaskan DPRD Kaltim berencana kembali menyampaikan undangan kepada pimpinan perusahaan Budi Duta.
Undangan ini memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk memberikan klarifikasi lebih lanjut terkait perlakuan mereka terhadap warga masyarakat yang berada di wilayah Loa Kulu, Loa Janan, dan Tenggarong.
Salah satu yang harus diklarifikasi perusahaan adalah apakah mereka juga melakukan Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama (PPLB) dengan masyarakat
“Dan apakah mereka menggunakan lahan itu untuk aktivitas tambang. Ini diduga melanggar izin HGU mereka,” imbuh Bahar.
Mantan aktivis lingkungan ini juga mengungkapkan, masyarakat merasa tidak dihargai oleh pihak PT Budi Duta karena bukan masyarakat yang menguasai HGU mereka, tapi sebaliknya.
Padahal, masyarakat sudah tinggal di wilayah itu sejak turun-temurun sebelum ada izin Budi Duta pada tahun 1981.
“Masyarakat juga tidak pernah mendapatkan hak-hak ganti rugi dari perusahaan. Ini menjadi catatan kita bahwa Budi Duta harus dipanggil kembali untuk menjelaskan apa yang mereka lakukan di wilayah izin HGU mereka,” tegasnya.
Baharuddin berencana melakukan kunjungan ke lapangan pada 20 sampai 27 Oktober 2023 untuk mengecek langsung kondisi lahan dan masyarakat di sana.
“Saya tidak perlu bicara sertifikat untuk masyarakat,” katanya.
Ia menegaskan, kalau masyarakat tidak punya sertifikat, maka pemerintah harus membantunya untuk dibuatkan secara gratis.
Perlu menjadi perhatian bahwa masyarakat tinggal di sana turun-temurun dan berhak atas tanah itu.
Baharuddin juga menyambut baik kebijakan Kementerian ATR/BPN bahwa perubahan status tanah dari HGU menjadi SHM itu gratis dan tidak dikenakan biaya di Kaltim.
Namun, ia menyayangkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang terhambat karena banyak lahan masyarakat yang sudah ada izin HGU.
“Bahkan ada beberapa lahan masyarakat yang sudah bersertifikat itu ditindis atau berlapis oleh HGU. Ini sangat tidak adil,” ujar Baharuddin, dilansir Antara. (RED)