HARIANKALTIM.COM – Proyek lanjutan pembangunan drainase di Jalan SM Siranuddin, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, yang dikelola oleh Dinas PUPR Kabupaten Berau, mendapat sorotan dari masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Menyedot APBD 2025 sebesar Rp18.638.745.000, pekerjaan ini digarap PT Jasin Effrin Jaya, yang beralamat di Jalan Ir. H. Juanda No. 11, Samarinda
Proyek dimulai pada 27 Mei 2025 dan direncanakan selesai pada 22 November 2025.
Ketua LSM lokal, Masyarakat Pinggiran Kabupaten Berau, Puja menilai bahwa proyek ini tidak memperhatikan keselamatan kerja, terutama terkait alat pelindung diri (APD) bagi para pekerja.
“Berdasarkan pantauan di lokasi pada Kamis, 12 Juni 2025, saya melihat kegiatan ini sangat berisiko bagi keselamatan para pekerja. Seharusnya, hal seperti ini tidak terjadi, apalagi proyek ini dikerjakan oleh kontraktor besar dan berpengalaman,” ujar Puja didampingi oleh rekan-rekan LSM dan beberapa warga saat ditemui di lokasi proyek.
Menurut Puja, proyek dengan anggaran besar seharusnya memperhatikan keselamatan pekerja. Ia mengamati bahwa pekerjaan ini melibatkan alat berat dan material beton ugather yang sangat berat.
“Sejak 11 Juni 2025, saya tidak melihat satu pun pekerja menggunakan APD. Padahal, pekerjaan ini sangat berbahaya. Saya terkejut saat melihat pekerja berada di bawah alat berat excavator PC 200 yang mengangkat ugather seberat ratusan kilogram, namun mereka tidak menggunakan APD. Ini sangat berbahaya dan melanggar aturan,” tambah Puja.
Puja mengingatkan bahwa berdasarkan Pasal 86 Ayat 1 dan 2 serta Pasal 87 Ayat 1 dari Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, implementasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) harus menjadi perhatian utama bagi perusahaan yang terlibat dalam proyek ini.
“Ketidakmemenuhan terhadap penyediaan APD atau pemeriksaan kesehatan pekerja dapat berujung pada ancaman pidana bagi perusahaan. Undang-undang ini menyatakan bahwa perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan tersebut dapat dikenakan hukuman penjara maksimal 1 tahun atau denda,” ungkap Puja.
Puja juga menambahkan bahwa Undang-Undang Ketenagakerjaan memberikan sanksi administratif bagi perusahaan yang tidak menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik.
Sanksi administratif tersebut meliputi teguran, pembatasan aktivitas bisnis, peringatan tertulis, pembekuan operasi bisnis, pembatalan pendaftaran, pembatalan persetujuan, pemberhentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pencabutan izin usaha.
“Jika pengawasan dari Dinas PUPR Berau benar-benar dijalankan, para pekerja proyek pasti akan menggunakan APD. Namun, selama saya memantau kegiatan ini, tidak terlihat adanya pengawasan dari Dinas PUPR Berau di lokasi proyek,” tegas Puja.
Puja berharap agar Dinas PUPR Kabupaten Berau segera turun ke lokasi proyek untuk mengecek kebenaran ini dan memastikan keselamatan kerja para pekerja.
Hingga berita ini diterbitkan, baik Dinas PUPR Kabupaten Berau maupun kontraktor belum memberikan klarifikasi. Nomor telepon kantor PT Jasin Effrin Jaya juga tidak dapat dihubungi. (TIM)