banner 728x90

BNN Sebut Narkoba Asal Myanmar Bisa Masuk ke Samarinda Lewat Jalur Ini

BNN Sebut Narkoba Asal Myanmar Bisa Masuk ke Samarinda Lewat Jalur Ini
Jajaran BNN bersama Pemkot Samarinda usai kegiatan penandatanganan kerjasama program penguatan rehabilitasi pecandu narkoba

DISCLAIMER: Penayangan ulang sebagian atau keseluruhan berita untuk konten akun media sosial komersil harus seizin Redaksi

HARIANKALTIM.COM – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol. Marthinus Hukom, mengungkapkan bahwa Samarinda menjadi salah satu kota yang rawan menjadi pintu masuk narkoba asal Myanmar.

Dalam kunjungannya ke Samarinda pada Rabu (05/02/2025), ia menjelaskan bahwa jalur perdagangan narkoba internasional dapat memasuki Kalimantan Timur melalui Asia Tenggara, Selat Malaka, atau Vietnam, dan kemudian masuk ke Kalimantan Utara sebelum akhirnya sampai di Samarinda.

Marthinus menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi peredaran narkoba yang tinggi di wilayah ini, yang memiliki posisi strategis dalam jalur pelayaran internasional.

“Narkoba dari Myanmar bisa masuk melalui jalur-jalur tersebut dan sampai di sini,” ungkapnya.

Selain itu, Marthinus juga menyoroti kesenjangan besar antara jumlah pecandu narkotika yang membutuhkan rehabilitasi dengan kapasitas layanan yang ada.

Saat ini, hanya sekitar 14.000 hingga 15.000 pengguna narkoba yang bisa dijangkau setiap tahunnya, sementara total penyalahguna narkotika di Indonesia diperkirakan mencapai 3,33 juta orang.

“Kita belum mampu menjangkau semua pengguna. Artinya, ada bias yang sangat luas sekali,” ujarnya.

Ia mengapresiasi langkah Pemkot Samarinda yang aktif mendukung program rehabilitasi bagi pecandu narkoba, yang menurutnya adalah langkah penting dalam menjaga keberlangsungan pembangunan.

“Sumber daya manusia adalah roda pembangunan. Jika mereka terjerat narkoba, dampaknya bisa mengganggu sistem pembangunan,” tambah Marthinus.

Dalam kesempatan tersebut, Marthinus juga mengkritisi penanganan kasus narkotika yang sering kali salah kaprah, seperti pengguna yang disangkakan sebagai pengedar.

Ia menegaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, pengguna narkoba harus mendapatkan rehabilitasi, baik secara sosial maupun medis.

Selain itu, ia menyoroti persoalan ‘over kapasitas di lembaga pemasyarakatan’ akibat tingginya jumlah narapidana kasus narkotika, yang kini lebih dari 52% penghuni lapas di Indonesia.

Marthinus menekankan pentingnya mekanisme Tim Assessment Terpadu (TAT) untuk memastikan pemidanaan yang lebih akurat dan tidak memperburuk kondisi lapas.

Dengan tingginya potensi ancaman peredaran narkoba di Samarinda, Marthinus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif dalam pengawasan dan saling mendukung dalam membangun komitmen bersama.

“Masyarakat harus saling mengawasi dan mengenali potensi ancaman ini,” pungkasnya. (ZY)

Permintaan ralat, koreksi, revisi maupun hak jawab, silakan WA 0821-522-89-123 atau email: hariankaltim@ gmail.com